GEMAR Gelar Diskusi Publik: GSG Arcamanik dalam Sorotan Publik, Mengupas Regulasi, Fungsi, dan Harapan Warga

KAMANDANG.ID—Bandung, 24 Mei 2025 – Gerakan Muda Jabar (GEMAR) menggelar diskusi publik bertajuk “GSG Arcamanik dalam Sorotan Publik: Antara Regulasi, Fungsi, dan Harapan Warga” pada Sabtu, 24 Mei 2025, bertempat di Oppa Coffee and Space, Bandung. Diskusi yang berlangsung dari pukul 10.00 hingga 12.00 ini menghadirkan narasumber utama Dr. H. Dedeh Kania, S.H.I., M.H., Akademisi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Kegiatan ini diselenggarakan sebagai respon atas polemik pemanfaatan Gedung Serbaguna (GSG) Arcamanik, khususnya terkait status dan proses alih fungsi ruang publik yang memerlukan kejelasan dari sisi hukum dan regulasi.

Dalam paparannya, Dr. Dedeh Kania menjelaskan bahwa ruang publik merupakan entitas yang harus dirancang sesuai kebutuhan masyarakat dan dilandasi oleh kerangka hukum yang jelas, seperti UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU No. 21 Tahun 2021 tentang Penataan Ruang Nasional. Ia juga menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan, pemanfaatan, hingga pengendalian ruang publik.

Diskusi ini membahas aspek-aspek hukum tata ruang dan perizinan, bukan isu sensitif seperti SARA atau toleransi. Ketua pelaksana GEMAR menegaskan bahwa forum ini merupakan ruang edukatif yang bertujuan memberikan pemahaman kepada mahasiswa dan masyarakat terkait prosedur, kebijakan, dan transparansi dalam pengelolaan ruang publik.

“Diskusi ini murni bertujuan sebagai ruang edukasi. Kami ingin membangun literasi publik yang baik dalam memahami bagaimana ruang publik seharusnya dikelola berdasarkan aturan hukum yang berlaku, bukan berdasarkan asumsi atau sentimen tertentu,” jelasnya.

Beberapa poin penting dari hasil diskusi antara lain:

1. Pentingnya mengevaluasi kembali izin pembangunan awal GSG Arcamanik.

2. Alih fungsi fasilitas publik harus menempuh prosedur hukum dan perizinan yang sah.

3. Prosedur pembangunan rumah ibadah memiliki ketentuan administratif yang ketat dan spesifik.

4. Konflik yang berlarut perlu ditangani dengan pendekatan hukum dan mediasi yang efektif.

5. Negara harus hadir menjamin kepastian hukum dan perlindungan hak seluruh warga, baik mayoritas maupun minoritas.

6. Hak atas ruang dan hak beribadah harus berjalan selaras dalam bingkai hukum yang adil dan objektif.

GEMAR berharap diskusi ini menjadi awal dari proses penyelesaian yang rasional dan konstruktif, serta mendorong terciptanya ruang publik yang inklusif, tertib, dan akuntabel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *