KAMANDANG.ID— Seratus hari pertama kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat periode 2024–2029 dapat dibaca sebagai fase inisiasi politik-etik yang memproyeksikan intensi kepemimpinan sekaligus merepresentasikan horizon awal arah pembangunan strategis daerah.BADKO HMI Jawa Barat mengapresiasi geliat awal 100 hari kerja Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat sebagai ekspresi energi politik yang komunikatif, populis, dan mencoba menanamkan simbol kehadiran negara di tengah masyarakat. Figur yang sederhana, egaliter, dan berani mengambil ruang publik ini patut dihargai sebagai bentuk pembuka ruang keterhubungan antara pemerintah dan rakyatnya. Namun demikian, dari perspektif kelembagaan transformatif, capaian ini belum dapat dikatakan ideal—karena belum terinstitusionalisasi dalam sistem kebijakan yang holistik, integratif, dan berjangka panjang.Secara substansial, problem-problem struktural di Jawa Barat seperti ketimpangan spasial antara wilayah utara yang industrial dengan wilayah selatan yang agraris-terpinggirkan, tingginya angka pengangguran terbuka (7,44%, BPS 2023), disparitas akses pendidikan dan kesehatan, hingga lemahnya keterhubungan antarwilayah belum tergarap dalam kerangka kebijakan yang inklusif dan adil secara spasial maupun sektoral.BADKO HMI Jawa Barat berpandangan bahwa agenda prioritas pasca 100 hari harus difokuskan pada refleksi epistemologis kebijakan publik yang menyentuh hulu sistem: perencanaan berbasis data spasial, desentralisasi afirmatif pembangunan wilayah tertinggal, serta penguatan daya saing sumber daya manusia melalui rekonstruksi ekosistem pendidikan, pelatihan vokasi, dan literasi kewirausahaan berbasis teknologi hijau.Di tengah derasnya arus medialisasi kebijakan, perlu ditegaskan bahwa algoritma sosial media tidak dapat dijadikan metrik tunggal keberhasilan tata kelola. Viralitas hanya menciptakan resonansi semu yang kerap menutup batu karang persoalan struktural di dasar laut sosial masyarakat. Oleh karena itu, setiap kebijakan harus dimatangkan dalam arsitektur institusional yang menjamin keberlanjutan, keberpihakan, dan keadilan transformatif.Rekomendasi Strategis BADKO HMI Jawa Barat:Pemetaan Spasial Afirmasi Wilayah Tertinggal: Pembangunan infrastruktur harus berbasis keadilan geografis, bukan hanya kalkulasi potensi PAD. Wilayah selatan harus menjadi prioritas dalam peta jalan konektivitas dan layanan dasar.Ekosistem Pemberdayaan Pemuda dan Rakyat Berbasis Pentahelix: Sinergi antar unsur pemerintah, akademisi, industri, komunitas dan media (pentahelix) harus difungsikan secara konkret dalam program pemberdayaan yang progresif dan terukur.Redefinisi Efisiensi Anggaran: Efisiensi harus dimaknai sebagai alokasi anggaran yang proporsional, berbasis kebutuhan subsektor krusial, serta dikelola secara transparan dan partisipatif.Reformulasi Kebijakan SDM Unggul: Diperlukan orkestrasi pendidikan formal dan informal, pelatihan berbasis potensi daerah, dan pemberdayaan pemuda sebagai subjek pembangunan jangka panjang.Komitmen BADKO HMI Jawa BaratSebagai entitas strategis gerakan mahasiswa, BADKO HMI Jawa Barat menegaskan komitmennya untuk terus menjadi mitra kritis-transformasional dalam mengawal proses pembangunan di Jawa Barat. Kritik kami bukan bentuk oposisi, melainkan partisipasi konstitusional untuk memastikan bahwa setiap langkah pembangunan tidak tercerabut dari prinsip keadilan sosial, keberlanjutan ekologi, dan humanisme struktural.Karena membangun Jawa Barat yang istimewa bukan semata perkara narasi, tetapi kerja kolektif yang berjejak pada kebijakan yang berpihak, adil, dan transformatif.
BADKO HMI Jawa Barat Mengapresiasi Geliat Awal 100 Hari Kerja Gubernur & Wakil Gubernur Jawa Barat
